Kode etik tidak terlepas dari setiap aktivitas profesional. Penyusunan kode etik bertujuan untuk menetapkan standar perilaku atau pedoman bagi para profesional, khususnya dalam hal ini di bidang Psikologi, dalam menjalankan fungsinya dengan mengacu pada kesejahteraan individu-individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut. Tidak terkecuali dalam aktivitas penelitian ilmiah, di mana kegiatan penelitian tersebut hampir selalu melibatkan manusia sebagai responden atau subyek penelitian. Guna melindungi hak dan kesejahteraan responden, serta melindungi peneliti dari hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian dan reputasinya sebagai seorang profesional, maka disusunlah kode etik yang berfungsi sebagai safeguard (pelindung), dan mengatur responsibilitydari profesional yang bertindak sebagai peneliti. Dalam melakukan pengambilan data sebagai salah satu bagian dari kegiatan penelitian, Graziano (2000) mengatakan bahwa seorang peneliti tidak hanya melakukan persiapan yang bersifat teknis seperti memilih partisipan, kontrol, pengukuran, dan sebagainya, namun juga melakukan persiapan yang berkaitan dengan etika penelitian. Etika penelitian, dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti akan memperlakukan organisme, manusia dan hewan, untuk tujuan penelitian. Pedoman etika penelitian meliputi penelitian yang dilakukan terhadap manusia maupun hewan, yang menekankan pada perlakuan yang manusiawi dan sensitif terhadap partisipan yang seringkali menghadapi berbagai tingkat risiko dan ancaman dalam menjalani prosedur penelitian. Sebelum meminta kesediaan partisipan, peneliti harus yakin bahwa prosedur penelitiannya telah sesuai dengan nilai-nilai etis.
Dalam kode etik yang mengatur aktivitas penelitian, terdapat isu-isu yang terkait dengan deception(penipuan), invasion of privacy (pelanggaran terhadap rahasia pribadi), dan hak partisipan untuk memperoleh informasi yang terkait dengan penelitian serta kebebasan memilih, yang umum diterapkan. Decepti on atau ‘penipuan’ umum dilakukan dalam penelitian meski sifatnya ringan, misalnya ketika peneliti tidak memberitahukan maksud sebenarnya dari treatment yang diberikan kepada responden.Invasion of privacy potensial terjadidalam penelitian yang melibatkan area sensitif yang terkait dengan penyesuaian psikologis seperti perilaku seksual, sikap atau pikiran tertentu terhadap kelompok sosial tertentu yang mungkin berdampak pada rasa aman secara sosial yang dialami oleh responden, atau hubungan dengan pasangan. Akses peneliti terhadap data rekam medis pasien atau data perkembangan prestasi belajar siswa yang bersifat rahasia, juga berpotensi terhadap terjadinya pelanggaran tersebut. Hal lainnya yaitu hak partisipan untuk memperoleh informasi yang terkait dengan penelitian, menuntut peneliti untuk memperoleh persetujuan baik secara lisan maupun tertulis mengenai kesediaan partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti tidak diperkenankan untuk memaksa orang lain untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan.
Isu-isu tersebut di atas juga berkaitan dengan situasi-situasi dilematis yang dihadapi peneliti dalam menjalankan kegiatan penelitian, di antaranya adalah adanya konflik kepentingan. Di satu sisi, peneliti berupaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan solusi dari permasalahan yang terjadi, namun di sisi lain, upaya yang ia lakukan untuk memperoleh solusi tersebut dapat melanggar hak individu atas rahasia pribadi. Permasalahan moral (moral problem) juga seringkali muncul, di mana dalam upaya memperoleh informasi yang akurat, beberapa peneliti melakukan deception, yang dapat membuat partisipan atau responden merasa tidak nyaman. Selain itu, penelitian juga berpotensi menyebabkan responden juga mengalami kerugian sebagai akibat dari partisipasinya tersebut. Untuk mengurangi kerugian yang mungkin akan dialami oleh responden, maka disusunlah kode etik penelitian sebagai pedoman bagi peneliti untuk meminimalisir atau mengurangi dampak yang merugikan bagi responden atau subyek penelitian.
I. Ethical Conduct as Guidelines
Dalam menjalankan penelitian yang melibatkan manusia sebagai partisipan, penting untuk diingat bahwa partisipanlah yang memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti harus memperoleh persetujuan secara lisan maupun tertulis yang menyatakan kesediaan mereka untuk menjadi bagian dalam kegiatan penelitian. Jika dalam penelitian deceptionharus digunakan sebagai metoda yang dapat meningkatkan kemurnian hasil penelitian, maka peneliti harus yakin bahwa deception yang dilakukan tidak menimbulkan risiko yang serius atau bersifat jangka panjang kepada partisipan, dan peneliti wajib menjelaskan tentang tujuan deception tersebut kepada partisipan dalam sesi debriefing, di akhir penelitian. Selain itu, peneliti harus menjaga kerahasiaan data hasil penelitian, terutama yang terkait dengan identitas partisipan.
Tanggung jawab secara etika dalam penelitian terletak di pihak peneliti. Karenanya, dalam menjalankan penelitian yang melibatkan manusia, maka peneliti harus:
1. Menilai kegunaan penelitian terhadap ilmu pengetahuan.
2. Mempertimbangkan tingkat risiko terhadap partisipan, apakah keuntungan penelitian yang diperoleh dapat mengatasi kerugian yang diakibatkan oleh proses penelitian, dan apakah pedoman-pedoman etika telah diikutsertakan untuk meminimalisir risiko. Jika risiko terhadap partisipan lebih besar dari manfaat yang diperoleh penelitian, maka peneliti harus merancang ulang atau menghentikan penelitian.
Selain melibatkan manusia sebagai partisipan, peneliti juga seringkali melibatkan hewan sebagai bagian dari penelitian yang dilakukan. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan terhadap manusia, terdapat etika yang berkaitan dengan bagaimana seharusnya peneliti memperlakukan hewan-hewan tersebut, mengingat hewan adalah captive participant yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan persetujuannya untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan terhadap hewan umumnya lebih bersifat invasive dibandingkan dengan penelitian terhadap manusia, dan karenanyatingkat risiko yang dihadapi hewan lebih serius dibandingkan dengan manusia.
Untuk meminimalisir atau mengurangi risiko yang berdampak kerugian bagi partisipan, maka berbagai asosiasi atau masyarakat profesional menyusun kode etik sebagai pedoman bagi para profesional, khususnya dalam melakukan penelitian. Dalam blog saya selanjutnya akan dikaji kode etik yang terkait dengan penelitian, yang disusun oleh American Psychological Association (APA) dan Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi).
SUMBER PUSTAKA:
Purwakania Hasan, Aliah B. (2009). Kode Etik Psikologi & Ilmuwan Psikologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
http://www.scribd.com/doc/28552676/Etika-Dalam-Penelitian-Psikologi-Makalah-Kelompok-7
memperlakukan responden juga merupakan bagian dari penelitian. sebagai peneliti, tidak etis apabila hanya mementingkan hasil penelitiannya tanpa memperhatikan bagaimana perasaan responden
BalasHapusBaik pak, akan saya ingat itu dan terima kasih atas komen-nya.
BalasHapus